Pembatasan Kendaraan Plat BL di Sumut Dinilai Langgar Kewenangan dan Berpotensi Konflik Sosial


Lhokseumawe— Ketua Umum Lembaga Pers Mahasiswa Hukum (LPMH), Muhammad Furqan, mengkritik keras kebijakan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang memberlakukan pembatasan terhadap kendaraan berpelat BL (Aceh) di wilayah Sumut dan mewajibkan penggantian plat menjadi plat BK atau BB. Minggu, (28/09/25).

Menurut Furqan, kebijakan tersebut tidak hanya menyalahi kewenangan pemerintah daerah, tetapi juga berpotensi memicu ketegangan sosial antarwilayah. “Ini bukan kali pertama kebijakan kontroversial dari Gubernur Sumut yang memicu keresahan publik. Sebelumnya, isu klaim empat pulau yang menjadi sengketa wilayah antara Sumut dan Aceh juga sempat mengundang reaksi keras,” ujarnya.

Furqan menegaskan bahwa pengaturan plat nomor kendaraan bermotor adalah kewenangan pemerintah pusat yang diatur oleh Kementerian Perhubungan dan Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas). Pemerintah daerah tidak berhak melakukan pembatasan atau memaksa penggantian pelat nomor kendaraan bermotor dari daerah lain.

“Gubernur Sumut tidak memiliki dasar hukum untuk membatasi atau memaksa kendaraan berpelat BL agar mengganti pelatnya. Selama kendaraan tersebut terdaftar resmi dan mematuhi aturan lalu lintas, tidak ada alasan sah untuk melarang operasinya di wilayah Sumut,” tegasnya.

Selain itu, Furqan juga menyoroti bahwa kebijakan ini berpotensi mencederai prinsip kesatuan dan persatuan bangsa. “Kebijakan yang membatasi mobilitas warga berdasarkan asal daerah justru dapat memperlebar jurang perbedaan dan menimbulkan diskriminasi yang tidak sehat dalam masyarakat,” katanya.

Furqan mengingatkan bahwa Indonesia sebagai negara kesatuan harus mendorong kebijakan yang menguatkan integrasi antarwilayah, bukan sebaliknya. “Mobilitas antar daerah adalah bagian dari dinamika sosial yang normal dan penting, baik untuk urusan pendidikan, ekonomi, maupun sosial budaya,” tambahnya.

Kebijakan tersebut juga berdampak langsung terhadap mahasiswa asal Sumut dan Aceh yang tengah menempuh pendidikan di luar daerahnya. Banyak dari mereka menggunakan kendaraan pribadi bernopol sesuai daerah asal untuk aktivitas sehari-hari, baik mahasiswa Sumut yang berkuliah di Aceh maupun mahasiswa Aceh yang menempuh pendidikan di Sumut.

“Kebijakan ini mengabaikan realitas sosial dan mobilitas mahasiswa yang penting untuk menunjang kegiatan akademik dan kehidupan sosial mereka. Apalagi, mobilitas ini juga mendukung pertukaran budaya dan pemahaman antar daerah yang sangat berharga untuk membangun toleransi dan solidaritas,” pungkasnya.

Sebagai penutup, Furqan menegaskan, “Kita harus menjaga persatuan dan memperkuat rasa saling menghormati antarwarga, bukan malah memecah belah dengan kebijakan yang diskriminatif. Plat nomor kendaraan seharusnya menjadi identitas administratif yang menghormati keberagaman, bukan alat politisasi yang menimbulkan konflik.(*)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak