Akbar Miswari Kritik Keras Tayangan Trans7 yang Dinilai Lecehkan Dunia Pesantren

 


Jakarta – Ketua Umum Forum Dai Milenial, Akbar Miswari, buka suara soal polemik tayangan Xpose Uncensored di Trans7 yang mengudara pada 13 Oktober 2025. Tayangan tersebut dinilai menyudutkan pesantren dan dunia keagamaan, hingga memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta.

PWNU langsung menerbitkan surat instruksi bernomor 386/PW.01/A.II.08.44/13/10/2025 yang menyerukan aksi bertajuk “Silaturahim & Meruwat Trans7”. Aksi ini dijadwalkan berlangsung di depan Gedung Trans7, Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, pada Rabu, 15 Oktober 2025 pukul 09.00 WIB.

Akbar Miswari menilai langkah PWNU bukan sekadar reaksi spontan, tapi bentuk wake-up call bagi media yang kian hari makin sembrono dalam mengangkat isu-isu sensitif.

“Kayaknya sekarang media udah nggak peduli lagi mana konten yang mendidik, mana yang cuma buat ‘nendang’ rating. Pesantren diseret-seret, dipotong-potong narasinya, terus ditampilkan seolah-olah dunia kelam. Ini bukan edukasi, ini jebakan opini,” tegas Akbar saat ditemui di Jakarta, Selasa (15/10/2025).

Menurut Akbar, publik berhak tahu fakta, tapi bukan dengan cara diprovokasi atau dijejali stigma lama yang terus diulang-ulang. Ia juga mempertanyakan kenapa media besar seperti Trans7 tak melakukan verifikasi yang lebih berimbang sebelum tayangan itu ditayangkan ke jutaan penonton.

“Kita nggak anti kritik, tapi bukan berarti diam saat pesantren dilecehkan. Harus dibedain mana kritik yang membangun, mana yang sekadar sensasi. Sayangnya, tayangan kemarin jelas lebih ke arah yang kedua,” ujarnya.

Akbar mengingatkan bahwa pesantren selama ini jadi benteng moral dan pendidikan di tengah masyarakat. Tapi sayangnya, sering kali justru dijadikan bulan-bulanan media dengan narasi yang sepihak.

“Kalau media gagal memahami peran pesantren, ya jangan heran kalau kita bersuara. Kita capek jadi objek framing negatif. Kalau ada oknum, ya itu tanggung jawab hukum, bukan jadi alasan buat menghantam seluruh institusi,” tambahnya.

Sebagai representasi kalangan dai muda, Akbar juga menyindir cara sebagian media ‘bersembunyi’ di balik kebebasan berekspresi.

“Ngaku bebas berekspresi, tapi lupa ada tanggung jawab sosial. Media seharusnya jadi alat pencerah, bukan pengabur. Jangan jadikan kebebasan sebagai kedok buat menyebar prasangka,” kata dia.

Akbar pun mengajak santri, alumni pesantren, dan masyarakat umum agar bersikap tegas tapi tetap tenang. Ia menekankan bahwa aksi damai dan santun bisa jauh lebih kuat daripada reaksi emosional semata.

“Diam bukan pilihan, tapi jangan juga kita main kasar. Ini soal harga diri. Kita punya hak untuk membela marwah pesantren, tapi dengan cara yang cerdas dan bermartabat,” pungkasnya.(*)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak