Lhokseumawe - Di sebuah rumah sederhana di Dusun Bahagia, Ulee Jalan, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, tinggal seorang bocah mungil bernama Muhammad Rafasya. Usianya belum genap delapan tahun. Senyumnya manis, matanya berbinar, tetapi di balik keceriaan itu tersimpan rahasia pahit: jantungnya bocor sejak lahir.
Rafasya lahir pada 29 September 2017 dari pasangan Ismail dan Nurmiati. Kabar gembira yang mereka rasakan saat menyambut kelahiran sang buah hati seketika berubah menjadi duka mendalam, ketika dokter menyampaikan vonis penyakit bawaan yang mengancam nyawa putra mereka.
Sejak hari itu, kehidupan keluarga ini berubah total. Masa kecil Rafasya diisi bukan dengan berlari di lapangan atau bermain bersama teman sebaya, melainkan bolak-balik ke rumah sakit, menelan obat, dan mencoba tegar saat dadanya terasa sesak.
“Yang kami mau cuma dia sehat… biar dia bisa hidup seperti anak-anak lain,” ucap Nurmiati dengan suara bergetar, menahan air mata. Ia tahu, setiap tarikan napas putranya adalah hasil dari perjuangan panjang melawan rasa lelah, sakit, dan ketakutan.
Ismail, sang ayah, mengerjakan pekerjaan apa saja demi biaya pengobatan. Mengangkut barang, menjadi kuli harian—semua dilakukan, meski penghasilan yang didapat sering tak cukup menutupi biaya rumah tangga dan perawatan medis.
Meski demikian, Rafasya tetap tersenyum. Senyum yang kerap menyembunyikan rasa sakitnya. Ia hanya memiliki satu keinginan sederhana: ingin tumbuh besar, bersekolah, dan bermain tanpa rasa sesak di dada.
Namun, jalan menuju kesembuhan masih panjang dan penuh tantangan. Biaya pengobatan yang tinggi menjadi beban berat bagi keluarga ini. Setiap uluran tangan, sekecil apa pun, menjadi harapan baru bagi hidupnya.
Bagi warga Dusun Bahagia, Rafasya bukan sekadar anak kecil yang sakit. Ia adalah simbol ketabahan dan semangat hidup. Kisahnya mengingatkan kita bahwa setiap detak jantung adalah anugerah yang tak ternilai.[Ms]