Lhokseumawe – Bencana banjir dan longsor yang menghantam Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat sejak akhir November 2025 terus menunjukkan perkembangan yang semakin mengkhawatirkan. Kerusakan infrastruktur meluas, ribuan keluarga mengungsi, laporan korban bertambah, dan di banyak wilayah jaringan komunikasi hampir tidak berfungsi sehingga menyulitkan koordinasi penyelamatan.
Ketua Umum LPMH, Muhammad Furqan,menyatakan bahwa situasi ini sudah melampaui kapasitas pemerintah daerah dan secara hukum memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai bencana nasional.
“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sudah jelas: ketika bencana berdampak besar pada banyak provinsi, menimbulkan korban massal, melumpuhkan sarana dasar, dan pemerintah daerah tidak mampu menangani, maka negara wajib menetapkan status bencana nasional. Semua indikator itu sudah terpenuhi di Sumatera. Lalu apa lagi yang ditunggu?”
tegas Furqan.
Ia menyoroti bahwa lambannya kebijakan pemerintah pusat justru memperburuk situasi. Jaringan komunikasi yang sering terputus membuat laporan lapangan tidak tersampaikan tepat waktu, operasi penyelamatan tidak sinkron, dan wilayah-wilayah terparah berada dalam kondisi hampir tanpa bantuan.
“Komunikasi darurat saja tidak tersedia secara memadai. Bagaimana evakuasi bisa efektif jika relawan dan aparat tidak bisa berkoordinasi? Ini bukan sekadar persoalan teknis, ini soal hak hidup warga negara yang dijamin oleh konstitusi,”
ujar Furqan.
Menurutnya, pemerintah pusat tidak hanya memiliki kewenangan, tetapi mempunyai kewajiban hukum untuk turun tangan penuh dalam skala nasional
Furqan menegaskan bahwa jika pemerintah pusat tetap bersikap pasif, maka negara secara tidak langsung abai terhadap mandat hukum yang telah ditetapkan.
Ia mendesak pemerintah pusat mengambil langkah-langkah konkret berikut:
•Menetapkan rangkaian bencana di Sumatera sebagai bencana nasional, sesuai amanat UU 24/2007.
•Mengerahkan pasukan, logistik, dan alat komunikasi darurat untuk membuka kembali wilayah yang terisolasi.
•Mengambil alih koordinasi evakuasi, pencarian korban, serta distribusi bantuan secara terpusat dan terukur.
•Melindungi kelompok rentan sebagaimana diwajibkan dalam standar minimum kemanusiaan nasional.
•Mewajibkan transparansi data bencana agar penanganan tidak diselewengkan dan tetap akuntabel.
•Menyusun program pemulihan jangka panjang yang selaras dengan kerangka nasional rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
“Ini bukan sekadar bencana daerah. Ini ujian bagi negara untuk menunjukkan apakah hukum benar-benar dipegang atau hanya dijadikan pajangan. Ketika rakyat dalam ancaman, negara harus hadir—itu bukan opsi, itu kewajiban,”
tegas Muhammad Furqan menutup pernyataannya.
